Bahan Kimia Obat Dalam Jamu. Amanda Yanasari Utami I1021201093 A3.
ABTRAK. Sediaan jamu mungkin sudah tidak asing lagi oleh masyarakat Indonesia, jamu sudah mulai dikenal sejak zaman dahulu dalam upaya pencegahan penyakit, pengobatan serta mengembalikan kebugaran. Bahan Kimia Obat (BKO) sering kali ditambahkan ke dalam sediaan jamu bertujuan untuk menambah khasiat jamu dan memberikan efek jamu yang lebih instan. Dengan dosis yang tidak pasti akan menimbulkan efek samping yang sangat serius bagi kesehatan. Penelitian ini dilakukan dengan 5 sampel jamu pegal linu di kawasan pasar malam kota Banjarmasin. Pengujian dilakukan secara analisis kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan uji analisis kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil uji secara kualitatif menunjukkan keberadaan BKO parasetamol pada sampel C dan sampel D dan hasil uji secara kuantitatif menghasilkan pada sampel C sebesar 8.,13 mg/Kg dan sampel D sebesar 6,28 mg/Kg ..
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penggunaan obat dari bahan alam khususnya yang dikenal dengan “jamu” oleh masyarakat Indonesia sudah dimulai sejak zaman dahulu, terutama dalam upaya pencegahan penyakit, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan serta mengembalikan kebugaran pada tubuh pasca melahirkan atau bekerja keras, bahkan untuk kecantikan dan keintiman wanita (Paryono & Kuniarum., 2014) Akan menjadi suatu masalah apabila penambahan Bahan Kimia Obat (BKO) ke dalam jamu dengan tujuan menambah khasiat jamu dan memberikan efek jamu yang lebih instan dibandingkan jamu yang tidak mengandung BKO. Akibat penggunaan jamu yang mengandung BKO dengan dosis yang tidak pasti akan menimbulkan efek samping dari mual, diare, pusing, gangguan penglihatan, nyeri dada sampai kerusakan pada organ dalam tubuh seperti hati, gagal ginjal, jantung bahkan menyebabkan kematian (BPOM, 2011 ) Penelitian kali ini dilakukan di kawasan pasar malam kota Banjarmasin yang terdapat warung jamu di pinggir jalan. Dengan menggunakan instrumen Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis untuk melakukan identifikasi terhadap BKO pada sediaan jamu yang tidak memiliki tanda registrasi dari Badan POM. Penambahan BKO diduga adalah obat paracetamol karena berdasarkan hasil penyelidikan dengan wawancara beberapa warga setempat bahwa membeli jamu dengan tujuan pengobatan untuk pusing dan pegal ( Rahmadani, R dkk.,2021 ).
Tujuan. F R I E N D L Y. Adapun tujuan dari penelitian kali ini adalah Untuk mengetahui seberapa banyak Kandungan Parasetamol Pada Jamu Pegal Linu di Kawasan Pasar Malam Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Bahan Kimia Obat ( BKO) Bahan kimia obat (BKO) merupakan zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan utama obat kimiawi yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat tradisional/jamu untuk memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut. Obat tradisional yang biasa mengandung BKO adalah yang memiliki indikasi untuk rematik, penghilang rasa sakit, dan afrodisiak(BPOM,2014) Obat Tradisional/Jamu Obat tradisional adalah ramuan dari bahan alam yang dibuat berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktik yang berdasarkan teori, kepercayaan, dan pengalaman yang menjadi bagian dari budaya yang digunakan dalam pemeliharaan kesehatan, pencegahan, dan perawatan penyakit baik fisik maupun mental ( WHO,2014) Jamu merupakan obat tradisional yang berasal dari Indonesia yang telah dikonsumsi oleh masyarakat secara turun temurun untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit. Khasiat jamu dipercaya masyarakat berdasarkan pengalaman penggunaannya walaupun secara ilmiah belum dapat dibuktikan karena belum melalui uji praklinik dan uji klinik. Berdasarkan Permenkes Nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional mengatur bahwa obat tradisional harus dibuat menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu dan dilarang mengandung bahan kimia obat (BKO) (Permenkes,2012).
Paracetamol Paracetamol atau nama lainnya N-asetil-4-aminofenol, memiliki rumus kimia C8H9NO2 dengan bobot molekul 151,16 g/mol. Paracetamol berbentuk hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit, memiliki kelarutan dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida, dan suhu lebur 169-172°C (Depkes RI, 1995 ). Pemakaian parasetamol dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan efek samping berupa kerusakan pada hepar juga termasuk mual, muntah, diare, dan nyeri pada abdomen. ( Masdiana T,2018).
Spektrofotometri uv-vis Metode analisis parasetamol yang sederhana dan selektif serta tidak memerlukan biaya yang mahal saat pengujian serta tidak memerlukan waktu yang lama dalam mendapatkan hasilnya. Penentuan parasetamol sendiri sebelumnya sudah dikembangkan dengan berbagai metode. terdapat 4 metode untuk penentuan parasetamol, baik untuk parasetamol itu sendiri atau berupa campuran dalam sampel formula dan sampel biologi yaitu metode optik, metode elektroanalitik, metode kromatografi dan metode titrimetri (Aryasa dkk.,2018) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Metode KLT digunakan karena KLT merupakan metode yang sederhana dan cepat. KLT digunakan secara luas untuk analisis obat. Metode kromatografi lapis tipis (KLT) dapat memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan tingkat interaksi dalam dua fasa material pemisah. KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang terdapat dalam campuran secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan Rf baku pembanding dengan Rf sampel. Selain itu, KLT merupakan teknik analisis yang sederhana, hemat biaya, mudah dilakukan, dan hanya dibutuhkan sedikit cuplikan sampel untuk analisisnya (Kamar I dkk.,2021)..
III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1.Batang pengaduk, 2.Cawan penguap 3.Erlenmeyer pyrex 100 ml, 4.Gelas ukur pyrex (5 ml, 10 ml, dan 100 ml), 5.Kertas saring, 6.Penangas air, 7.Pipet volume pyrex, 8.Spektrofotometer uv-vis. 9.Tabung reaksi pyrex, 10.Timbangan analitik kern,.
III.2 Cara Kerja. III.2.1 Pembuatan Larutan Uji. Sampel pegal linu ditimbang sebanyak ± 500 mg. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 10 ml etanol dikocok selama 30 menit kemudian disaring lalu sari diuapkan di atas penangas air sampai kering. Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 ml etanol.
III.2.1.3 Persiapam Fase Diam. Diaktifkan Plat KLT dengan cara pemanasan pada oven selama 30 menit pada suhu 120◦ C, kemudian diberi garis dengan pensil dengan jarak 0,5 cm dari tepi atas dan 1 cm dari tepi bawah. Skala masing-masing untuk tempat totolan larutan uji adalah 1,5 cm.
III.2.2 Analisis Kuantitatif Parasetamol dengan Spektrofotometri UV-Vis. III.2.2.1 Pembuatan Larutan Baku Induk.
III.2.2.3 Pembuatan Larutan Baku Seri. III.2.2.4 .Pembuatan Larutan Uji Sampel Jamu.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ting gi di j yang di.
Hasil uji kuantitatif yang dimana memberikan hasil pada panjang gelombang 254 nm dengan pembacaan larutan baku seri yang ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 3. Hasil analisis kuantitatif sampel jamu C dan D yang mengandung Parasetamol.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil uji kualitatif sampel dan standar parasetamol menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) didapatkan nilai Rf sebesar 0,75 untuk baku pembanding dengan panjang gelombang UV 254 nm. Dengan menggunakan fase diam silika GF 254 dan fase gerak yang terdiri dari campuran etil asetat:etanol:ammonia (85:10:5). Pemilihan fase diam silika gel GF 254 digunakan dalam mempermudah tahap identifikasi, yang dimana paparan sinar dengan UV 254 akan berfluoresen sedangkan bercak parasetamol akan teredam sampai bercaknya jelas. Peredaman fuoresensi fase diam disebabkan adanya gugus kromofor dan auksokrom dalam parasetamol yang mampu menyerap sinar UV (Harimurti et al., 2020). Dan berdasarkan hasil uji secara kualitatif sampel jamu menunjukkan 2 dari 5 sampel menunjukkan mengandung parasetamol. Kemudian hasil dari ketiga sampel ini dilanjutkan dengan pengujian kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Dari sampel jamu pegal linu yang mengandung BKO adalah sampel jamu dengan kode sampel C dan D yang dimana sampel C memiliki rata-rata serapan 0,025 dan sampel D memiliki rata-rata serapan 0,018. Dari hasil ratarata ini dimasukkan ke dalam rumus persamaan regresi linier yang didapat dari pengukuran kurva kalibrasi y = 0,0038x - 0,0059. Dengan didapat nilai x untuk sampel C = 8,13 ppm dan x untuk sampel D = 6,28 ppm. Kedua jenis jamu ini berbentuk serbuk yang diduga memiliki khasiat menghilangkan rasa sakit dan rasa pegal. Di samping itu sediaan jamu ini juga tidak memiliki tanda registrasi dari Badan POM yang diduga kemungkinan jamu ini diproduksi dalam rumah tangga. Sehingga pengujian dan syarat-syarat dalam kualitas sediaan jamu terabaikan.
BAB V PENUTUP. V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan cara analisis kualitatif menggunakan KLT menunjukkan keberadaan BKO parasetamol pada jamu sampel C dan sampel D. Hasil penelitian dari analisis kuantitatif dengan metode Spektrofotometer UV-Vis menunjukkan sampel C sebanyak 8,13 mg/Kg dan sampel D sebanyak 6,28 mg/Kg, dan setelah dilkukan perhitungan didapatkan hasil yang sama dengan yang tertera di jurnal.
DAFTAR PUSTAKA. Aryasa, I. W. T., Artini, N. P. R., VA, D. P. R., & Aprilianti, N. K. D. (2018). Penentuan Kadar Parasetamol Pada Obat Dan Jamu Tradisional Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv/Vis. Jurnal Media Sains, 2(1 ) BPOM. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. 393. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 606, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Harimurti, S., Ulandari, S., Widada, H., & Damarwati, V. L. (2020). Identifikasi Parasetamol dan Asam Mefenamat pada Jamu Pegel Linu dan Asam Urat yang Beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta. JPSCR: Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research Kamar, I., Zahara, F., & Yuniharni, D. (2021). Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Pegal Linu Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). QUIMICA: Jurnal Kimia Sains dan Terapan, 3(1), 24-29..
DAFTAR PUSTAKA. Masdiana Tahir, St.Maryam AW. Analisis Bahan Kimia Obat Natrium Diklofenak pada Sediaan Jamu Pegal Linu yang Beredar di Makassar. 2018;1(4):311–7. Paryono, & Kuniarum., A. (2014). Kebiasaan Konsumsi Jamu Untuk Menjaga Kesehatan Tubuh Pada Saat Hamil Dan Setelah Melahirkan Di Desa Kajoran Klaten Selatan Paryono, Ari Kurniarum. 64–72 BPOM RI, 2014, persyaratan mutu obat tradisional, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Indonesia, p. 1-25 Permenkes R.I. No. 007/Menkes/VII/2012. Tentang Registrasi Obat Tradisional.Depkes R.I. Jakarta . WHO. 2014. Health for the World’s Adolescents: A Second Chance in the Second Decade. Geneva, World Health Organization Departemen of Noncommunicable disease surveillance.
TERIMA KASIH.